‘Sebenarnya, sudah lama aku menyukaimu. Maukah kau menjadi pacarku?’
Gadis itu tersenyum penuh percaya diri di hadapan lelaki yang disukainya. Mereka berdua sudah cukup dekat dalam dua bulan terakhir. Diawali pertemuan antara senior dan mahasiswa baru pada masa orientasi. Lalu hubungan mereka berjalan cukup lancar hingga gadis itu memutuskan untuk menyatakan perasaannya lebih dahulu.
‘Kak Della... kau menyukaiku?’ tanya lelaki itu sambil mengerjapkan matanya. Tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
Della mengangguk mantap.
‘Tapi maaf...’ Kening lelaki itu berkerut rikuh. ‘Aku tidak bisa membalas perasaanmu.’
Tidak bisa? Della benar-benar tidak mengerti. Hatinya retak saat itu juga. Lalu apa arti kedekatan mereka selama ini?
‘Hem... kenapa? Boleh aku tahu alasannya?’
‘Aku tidak suka menjalin hubungan percintaan dengan perempuan yang lebih tua dariku. Apalagi... selama ini aku sudah menganggapmu sebagai kakak perempuanku. Jadi pasti aneh jika tiba-tiba harus melihatmu sebagai seorang pacar,’ kata lelaki itu lantas berbalik memunggungi Della yang masih terkesiap. Sementara hatinya patah jadi dua di dekat kakinya. ‘Sekali lagi, maafkan aku.’
Saat itu bukanlah pertama kalinya Della jatuh cinta. Juga bukan pertama kalinya ia menyatakan perasaan lalu terpaksa menerima penolakan. Tetapi ia bisa memastikan bahwa itu akan menjadi yang terakhir kalinya.
Setelah penolakan itu, Della bertekad dalam hati bahwa ia akan menjadi gadis yang lebih baik. Ia akan berhenti sejenak memikirkan pasangan hidup. Ia hanya perlu memperkaya diri dengan berbagai keterampilan dan prestasi. Sehingga ketika waktu bertemu pasangan takdirnya sudah tiba, ia akan menjadi gadis sempurna yang tidak mungkin ditolak oleh lelaki mana pun. Dan ia yakin semua lelaki yang pernah menolaknya akan menyesal seumur hidup mereka.
Termasuk lelaki bernama Miguel itu.
***
"Maksudmu, hidupmu tidak sempurna karena belum memiliki pasangan?" tanya Neysa penuh rasa penasaran. Walaupun ia sudah tahu pasti jawabannya.
Della hanya menganggukkan kepalanya.
"Oh, astaga. Aku kira kau sudah benar-benar melupakan permasalahan tentang pasangan selama ini."
"Aku tidak pernah berkata bahwa aku akan melupakan," balas Della dengan bibir yang mengerucut protes. "Aku hanya mengesampingkan masalah itu sementara waktu. Jangan sampai menjadi pengganggu atau penghambat prestasiku."
"Jodoh akan datang dengan sendirinya, Della."
"Tidak. Kita tetap harus berusaha mencari."
"Kau tidak perlu mencari. Cukup diam dan tunggulah!"
"Kalau begitu, bagaimana dengan rejeki? Apakah kita cukup diam dan menunggu maka uang akan datang dengan sendirinya?"
Ketika waitress datang membawakan pesanan, perdebatan dihentikan sementara. Mereka langsung bungkam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sama-sama kehilangan minat pada perdebatan mereka sebelumnya.
Neysa menunduk dan menyedot chocolate milkshake-nya perlahan. Diam-diam ia memerhatikan Della dari balik bulu matanya. Sahabatnya itu sama sekali tidak bisa dikatakan tidak menarik. Baginya, Della memiliki semua yang diinginkan para gadis.
Sejak mereka berteman di bangku sekolah, Della selalu memperhatikan penampilannya. Tanpa perlu mengenakan make-up, Della memang sudah memiliki paras yang cantik. Matanya bulat dengan iris hitam pekat, kulit putih merona, hidung mancung, dan bibir tipis merah muda. Dan seperti tidak lupa bersyukur atas kelebihan itu, Della selalu rajin merawat dan menjaga kemolekan tubuhnya. Dari sahabatnya itulah, Neysa mempelajari berbagai macam jenis perawatan diri.
Selain penampilan yang menawan, Della juga tidak pernah ragu untuk mempelajari sesuatu yang baru. Salah satunya adalah kemampuan membuat berbagai macam kue. Prestasi akademisnya juga selalu cemerlang. Bahkan sekarang kariernya juga tampak menanjak cepat.
Jika dilihat dari segi mana pun, seharusnya tidak ada alasan untuk menolak Della. Siapa pun lelaki itu.
Selama ini, belum pernah ada seorang lelaki pun yang menerima pernyataan cinta Della. Mereka semua menolak seolah Della adalah perempuan paling memuakkan di dunia. Della berkali-kali patah hati tentu saja. Kehilangan kekasih yang belum sempat ia miliki. Walaupun proses penyembuhannya juga selalu berlangsung cepat. Dalam sekejap hatinya sudah kembali siap untuk cinta yang baru.
Tetapi di sisi lain, Della juga sering mematahkan hati banyak lelaki. Ia menolak semua lelaki yang menyatakan perasaan padanya. Sebenarnya, ia sudah melakukan tindakan benar dengan berkata jujur. Lebih baik seperti itu daripada menjalin hubungan dengan terpaksa atau memberi harapan palsu. Dan sepertinya sikapnya itu menjadi bumerang karma untuk pernyataan cintanya sendiri.
Entah mengapa, tetapi Della selalu memosisikan dirinya untuk jatuh cinta pada keadaan yang salah. Ia pernah jatuh cinta pada kakak kelas di SMA yang ternyata sudah memiliki kekasih. Atau saat ia ditolak oleh anggota tim basket sekolah yang akan melanjutkan pendidikan ke Jerman. Pernah juga ia dekat dengan berandal sekolah yang di-drop-out tiga hari setelah pertemuan pertama mereka. Ada juga persaingan Della dengan siswi kelas sebelah untuk mengambil hati seorang guru fisika yang ternyata sudah bertunangan. Dan masih banyak kisah cinta tidak terbalas yang lainnya.
"Neysa... menurutmu apa yang kurang dariku?" tanya Della memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Tidak ada yang kurang." Neysa tersenyum meyakinkan. "Para lelaki itu saja yang bodoh."
Punggung Della menegak antusias. Matanya berbinar bahagia. Neysa tersenyum karena mengira sudah berhasil mengibur kekecewaan sahabatnya. Sayangnya, mata itu bukan berbinar ke arahnya melainkan ke balik punggungnya, tepat ke arah pintu masuk kafe.
Neysa mengikuti arah pandang Della. Seorang lelaki yang mengenakan polo shirt berwarna hijau hutan memasuki pintu kafe. Iris mata Della yang bulat seketika berubah menjadi bentuk hati. Tetapi sedetik kemudian, bentuk hati itu patah dan hancur berkeping-keping. Seorang gadis dengan tahi lalat di sudut mata kirinya tampak menempel ketat di lengan lelaki itu. Mereka berjalan beriringan menuju tempat duduk yang terletak di samping jendela.
Della patah hati seketika. Ia menghela napas berat. Telunjuk dan ibu jarinya yang menggenggam sedotan mengaduk-aduk matcha latte float di hadapannya. Matanya menerawang pada permukaan hijau pupus yang berputar-putar.
Kapan Pangeran Impiannya datang dan menyelamatkannya dari kegelapan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar