Rabu, 06 Juli 2016

Unlock Your Heart XII: Question (2)


Tepuk tangan meriah menggema di Grand Ballroom Hotel Empire Castle begitu Antonio mengakhiri kata sambutannya. Ia turun dari podium  dan lanjut berfoto dengan jajaran direksi, petinggi perusahaan, serta para pejabat di bidang ekonomi. Setelah itu, ia turun dari panggung dan digantikan pengisi acara yang akan menghibur undangan yang memadati ballroom untuk merayakan ulang tahun Alva Nation Development.

Sementara para karyawan menikmati hidangan sambil mendengar suara merdu penyanyi dari atas panggung, Antonio bergegas menuju ruangan VIP yang hanya boleh dimasuki oleh petinggi perusahaan dan tamu-tamu penting saja.

"Bukankah seharusnya aku mendengar sesuatu darimu?" tanya Antonio pada Della yang berjalan di sampingnya.

"Kata-kata Anda tadi sangat bagus, Pak." Della mengacungkan kedua ibu jarinya ke udara. Mudah saja ia menangkap maksud Antonio. Dasar lelaki haus pujian! "Terutama kalimat penutup Anda. Itu pasti membakar semangat para karyawan untuk bekerja lebih giat lagi."

Antonio mengerucutkan bibir sambil menganggut-anggutkan kepala. Di ujung koridor sudah tampak dua orang pramupintu yang bertugas di depan ruangan yang mereka tuju. Tiba-tiba Della bergerak maju dan menghadang langkah Antonio.

"Sebentar. Dasimu miring ke kanan sejauh, hem, lima milimeter," ucap Della sambil merapikan dasi Antonio.

"Apa kau baru saja meniruku?"

"Hanya perasaanmu saja." Della tertawa kecil. "Aku senang kau memilih dasi burgundi ini."

"Kemarin, kan, kau sendiri yang menyiapkan dasi dan setelan abu-abu yang kupakai ini."

"Aku menyiapkan dasi berwarna maroon, burgundi, dan carmine. Tapi kau memilih warna burgundi yang serasi dengan gaun yang kukenakan hari ini." Della tersenyum simpul penuh makna. "Menurutmu, apa itu berarti sesuatu?"

Antonio tersenyum miring. "Itu berarti muslihatmu berhasil."

Satu alis Della terangkat.

"Kau sengaja mengatur agar aku memilih dasi ini. Dua pilihan yang lain tampak kusut dan posisinya tidak rapi."

Cengiran muncul di wajah Della. "Ternyata kau menyadarinya."

"Tentu saja." Kedua ujung bibir Antonio melengkung naik, membuat Della meremas gaunnya untuk berpegangan agar tidak terjatuh dalam pesona lelaki itu. "Justru kurasa kau yang belum sadar?"

"Tentang apa?"

"Ayahku hadir dalam acara kali ini."
***

Dalam hitungan detik, Antonio sudah asyik mengobrol dengan beberapa koleganya. Meski topik pembicaraan mereka tidak jauh berbeda dengan yang Della dengar di ruang rapat. Seputar profit, lokasi, dan kerja sama.

Sebenarnya, apa isi pikiran lelaki itu selain tentang pekerjaan? Della berharap sosoknya ada di sana. Walaupun hanya muncul beberapa detik dalam sehari.

Perlahan, Della memisahkan diri. Ia menjauh dari kumpulan lelaki beraroma mahal itu menuju salah satu meja saji di sudut ruangan yang lengang. Gelas-gelas tinggi berisi campuran air limau, soda, dan es batu menggoda dahaganya. Ia mengambil satu gelas dan meneguk perlahan tanpa menggunakan sedotan. Sama sekali mengabaikan kemungkinan noda lipstik akan tertinggal di bibir gelas kristal itu.

Della berbalik dan seketika terkesiap. Pegangannya goyah hingga membuat gelasnya miring. Beberapa tetes air membasahi dagunya. Cepat-cepat, ia menyambar tisu dari meja.

Sama sekali tidak menyangka Alex sedang berdiri tiga langkah darinya.

"Della." Pria bersetelan abu-abu gelap itu mengulum senyum geli. "Lama tidak bertemu."

"Pak Alex." Della berusaha menguasai diri. Ia mengangguk sopan setelah menyeka bibir. "Eh, maaf, Pak."

Alex mengangkat satu gelas minuman dari meja. Gerakannya begitu elegan dan berwibawa. "Kudengar, kau sekarang menjadi asisten General Manager."

Della tersenyum seraya mengangguk. "Perintah langsung dari Pak Antonio."

"Ada di sini rupanya."

Suara lelaki yang namanya baru saja disebutkan Della, tiba-tiba terdengar di dekatnya. Ia menoleh demi mendapati Antonio tengah menuju ke arahnya.

Della mengulum senyum malu. Kehadiran Della sudah mempengaruhi lelaki itu. Terang-terangan, Antonio mencarinya. Bahkan Alex pun pasti langsung menyadari ada hubungan istimewa di antara mereka.

"Sementara aku menghadapi para kapitalis itu sendiri, Papa malah bersembunyi di sini."

Alex terkekeh. "Itu memang tugasmu sebagai Presiden Direktur, Nino."

Della terbatuk. Seolah ada sebutir limau yang tersangkut di tenggorokannya.

Apa ia baru saja mendengar Antonio menyebut kata 'papa'?
***

"Jadi, apa benar Pak Alex itu pemilik AND?" tanya Della sambil mengerjap pada Antonio yang duduk menyetir di sampingnya. Pertanyaan yang sejak tadi mengganjal pikiran selama pesta berlangsung. "Yang berarti, adalah ayahmu?"

"Ya."

"Secara rahasia?"

Antonio mengangguk sambil menghentikan mobil karena lampu lalu lintas berubah dari hijau ke kuning.

"Seperti mata-mata?"

"Mungkin."

"Aduh!" seru Della tiba-tiba.

Antonio menoleh cemas padahal mobil sudah kembali melaju. Ia melihat ada jejak cubit di pergelangan tangan Della. "Kenapa?"

"Cuma memastikan ini bukan mimpi."

"Aku saja masih heran," sahut Antonio sambil memutar roda kemudi untuk berbelok. "Bukannya menikmati masa tua dengan bersantai atau berlibur, Pak Tua itu malah mengisi jabatan Kepala Divisi secara bergantian."

"Kenapa kau terdengar ketus begitu? Apa Beliau pernah berkomentar tentangku?"

Antonio menggeleng. "Karena kekasihku pernah mengatakan bahwa Pak Tua itu tampan."

Della tidak bisa tidak terbahak mendengar itu. Hingga tanpa ia sadari kalau Antonio sudah menghentikan mobil di depan flatnya.

Cepat benar waktu berlalu.

Tawa Della berangsur-angsur lenyap dan digantikan keheningan. Hanya terdengar musik lembut dan deru halus karena Antonio sengaja tidak memadamkan mesin.

"Kenapa tidak turun?"

Della memeluk diri sendiri sambil bergidik. "Dingin."

"Aku bisa meminjamkan jasku."

Della menahan gerakan Antonio. "Apa benar aku ini kekasihmu?"

Glabela Antonio berkerut. "Memang kenapa?"

"Kau tidak pernah memelukku lagi seperti malam itu... saat hujan deras... atau saat kita melom─"

Cepat-cepat, Antonio merengkuh Della. Sebelum gadis itu berujar lebih panjang.

Dengan senang hati, Della membenamkan wajah di bahu Antonio. Menghidu wangi yang ia sukai. "mulai hari ini aku akan memanggilmu sebagai 'Beer Hug'."

Antonio melepas pelukannya. "Apa kau baru saja menyamakanku dengan 'beruang'?"

Della tidak menjawab dan malah membenamkan wajahnya di dada Antonio. Hingga hanya terdengar gumaman yang tidak jelas.

"Tapi pelafalanmu itu keliru. Seharusnya 'bear' bukan 'beer'."

Della mengangkat wajahnya. "Sejak awal aku memang menyebut 'beer'."

Rahang Antonio melebar dan untuk sesaat berubah kaku. "Aku masih bisa menoleransi 'beruang'. Tapi 'bir'?" Ia menggeleng kesal. "Sama sekali tidak manis."

"Memang tidak." Della menumpukan dagu di bahu Antonio. "Kau tidak manis, tapi memabukkan."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar